Peranan E-Government dalam...


Peranan E-Government dalam mewujudkan Good Governance (Tata Kepemerintahan yang baik)
pada Era Otonomi Daerah[1]


Hardiyansyah


A.           PENDAHULUAN
Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, paradgma yang berkembang dalam administrasi publik adalah tuntutan pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya. Tuntutan akan pelayanan yang lebih baik dan memuaskan kepada publik menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh instansi pemerintah penyelenggara pelayanan publik. Tuntutan tersebut muncul seiring dengan berkembanagnya era reformasi dan otonomi daerah dan sejak tumbangnya kekuasaan rezim orde baru (Semil, 2005:35). Setelah delapan tahun berlalu, gaung tuntutan tersebut masih terus menggema, bahkan berbagai pelaung yang ada diperhitungkan  agar terwujudnya kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik lagi. Pendek kata, seluruh elemen bangsa telah sepakat agar kondisi masa lalu yang kurang dan tidak  baik tidak terulang lagi. Karenanya muncul istilah-istilah, seperti e-government dan good governance. Istilah ini muncul dalam rangka mewujudkan kondisi kehidupan bangsa yang lebih baik.
Dari sekian banyak tuntutan yang ada, satu di antaranya adalah meningkatkan pelayanan publik melaluipenciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Agenda tersebut memrupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain melalui keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian, dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas sumberdaya manusia aparatur; dan sistem pengawasan yang efektif.
Tujuan pokok good governance adalah tercapainya kondisi pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan pelayanan publik secara seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua komponen pelaku (negara, masyarakat madani, lembaga-lembaga masyarakat, dan pihak swasta). Thoha (2000:7) menyatakan bahwa salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance) adalah terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Paradigma tata kepemerintahan yang baik menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara institusi negara, pasar dan masyarakat.  Semua pelaku harus saling mengetahui apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya serta membuka ruang dialog agar para pelaku saling memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui proses tersebut diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi dalam penerapan program-program tata kepemerintahan yang baik di masyarakat. Pelaku-pelaku tersebut merupakan elemen governance yang terkait dan tidak terpisahkan dalam satu sistem negara, pelaku bisnis, dan masyarakat. Masing-masing memiliki karakter tersendiri tetapi ketiganya tidak akan mampu berdiri dan berkembang sendiri-sendiri. Mereka mengarah kepada satu tujuan yaitu kehidupan yang lebih baik bagi setiap lapisan masyaraka luas.
Pada dasarnya, setiap pembaruan dan perubahan dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara, dimaksudkan dalam rangka menuju terwujudnya pemerintahan yang demokratis guna terwujudnya sistem pemerintahan yang lebih baik (good governance). Salah satu ciri good governance adalah transparansi yang dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, dimana seluruh proses pemerintahan dan informasinya dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. Untuk kepentingan transparansi informasi sebagaimana dimaksud, diperlukan sarana komunikasi yang menjamin kelancaran informasi antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha, dan tentunya komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta antar pemerintah daerah.
Menyadari betapa pentingnya arti mewujudkan kepemerintahan yang baik, maka aparatur negara dituntut harus mampu meningkatkan kinerja. Sasaran yang menjadi prioritas adalah mewujudkan pelayanan masyarakat yang efisien dan berkualitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing. Oleh karena itu, dalam hal ini diperlukan perhatian pemerintah untuk melakukan perubahan-perubahan secara signifikan melalui manajemen perubahan menuju ke arah penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.
Salah satu upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik adalah mempercepat proses kerja serta modernisasi administrasi melalui otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat melalui e-government sebagai salah satu aplikasi dari teknologi informasi. Masalah utama yang dihadapi dalam implementasi otonomi daerah adalah terbatasnya sarana dan prasarana komunikasi informasi untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada masyarakat, agar proses penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan menuju good governance serta da­lam rangka mengakselerasi penyelenggaraan otonomi daerah, maka pengembangan dan imple­mentasi e-Government merupakan alternatif yang strategis dalam rangka mengkomunikasikan informasi secara dua arah antara Pemerintah de­ngan Masyarakat dan Dunia Usaha dan antar Pe­merintah itu sendiri.
Perkembangan pesat teknologi informasi, yang dipercepat dengan kehadiran internet, telah mendorong berbagai bidang kehidupan untuk memanfaatkan teknologi ini seoptimal mungkin. Pemanfaatan internet dalam aspek-aspek pemerintahan mendorong terwujudnya E-Government, yang diharapkan dapat membawa manfaat dalam: memberdayakan masyarakat melalui peningkatan akses ke informasi, meningkatkan layanan pemerintah kepada masyarakatnya, mempererat interaksi  kalangan bisnis dengan peme­rintah dalam industri terkait, memperbaiki pengelolaan pemerintahan yang lebih efisien dan transparan. Namun demikian realisasi E-Government di Indonesia menghadapi banyak tantangan baik dalam hal geografi, ekonomi, teknologi, maupun budaya. Saat ini isu mengenai E-Govern­ment semakin marak didengungkan di kalangan pemerintahan dan pelaku bisnis di Indonesia, terutama dalam kaitannya untuk meningkatkan layanan pemerintah kepada masyarakatnya, mempererat interaksi kalangan bisnis dalam industri terkait, pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan akses ke informasi, hingga ke tujuan mulia seperti pengelolaan pemerintahan yang lebih efisien.
Untuk lebih meningkatkan penggunaan teknologi informasi di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Keppres No. 50/2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia yang selanjutnya dikuatkan dengan Inpres No. 6/2001 tentang Acuan dan Landasan Pengembangan Telematika di Indonesia. Meskipun perangkat aturan ini tidak secara spesifik mengatur tentang E-Government, diharapkan ini bisa menjadi lan­dasan yang kuat bagi pengembangan teknologi informasi ke depan. Berkenaan dengan uraian tersebut, maka artikel ini bermaksud untuk menganalisis dan menguraikan bagaimana peran e-Govern­ment dalam mewujudkan Good Governance (tata kepemerintahan yang baik) pada Era Otonomi Daerah.

B.            TINJAUAN PUSTAKA
a.             Pengertian E-Government
Terminologi "E-Government" dapat diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua tindakan dalam sektor publik (baik di tingkat Peme­rintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalisasi proses pelayanan publik yang efisien, transparan dan efektif (Kurniawan, 2006). Istilah e-government berhubungan dengan kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk me­ningkatkan hubungan antara pemerintah dan ma­syarakat, antara pemerintah dan pelaku bisnis, dan di antara instansi pemerintah. Teknologi ter­sebut termasuk e-mail. WAN (Wide Area Net­work), Internet, peralatan mobile computing (HP, laptop, PDA), dan berbagai teknologi lain yang berfungsi untuk menyebarluaskan informasi dan memberi pelayanan elektronik dalam berbagai bentuk. Secara umurn pengertian E-Government adalah Sistem manajemen informasi dan layanan masyarakat berbasis internet. Layanan ini diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. De­ngan memanfaatkan internet, maka akan muncul sangat banyak pengembangan modus layanan dari pemerintah kepada masyarakat yang memungkinkan peran aktif masyarakat dimana di­harapkan masyarakat dapat secara mandiri melakukan registrasi perizinan, memantau proses penyelesaian, melakukan secara langsung untuk setiap perizinan dan layanan publik lainnya. Semua hal tersebut dengan bantuan teknologi in­ternet akan dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja (Abidin dalam Hardiyansyah, 2003). A.S. Hikam, mantan Menristek, mengatakan bahwa e-Government adalah merupakan elektronikalisasi layanan pemerintah terhadap masyarakat atau warga negara. Selain itu e-Gov­ernment juga merupakan sebuah proses bagi demokratisasi, dengan adanya e-Government, berarti juga memotong jalur birokrasi yang ada. Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa tujuan e-Gov adalah untuk meningkatkan akses warga negara terhadap jasa-jasa layanan publik peme­rintah, meningkatkan akses masyarakat ke sumber-sumber informasi yang dimiliki peme­rintah, menangani keluhan masyarakat. dan juga persamaan kualitas layanan yang bias dinikmati oleh seluruh warga negara. Dengan adanya e-Gov, berarti harus ada standarisasi kualitas layanan yang bisa dinikmati masyarakat (Kompas, 18/05/2001).
Purbo menyatakan bahwa e-government bukan cuma sekedar memasang komputer di kantor masing-masing, karena e-gov mempunyai banyak konsekuensi sosial budaya bagi peme­rintah (terutama pemerintah daerah), karena e-gov sebetulnya akan memaksa mereka bekerja secara profesional, bekerja bersih, tidak melaku­kan korupsi, tidak pungli dan lain-lain, karena komputer tidak bisa dibohongi dan tidak bisa mentolerir  penipuan-penipuan, untuk itu aparat pemda harus diubah paradigmanya sebelum e-gov ini bisa dijalankan dengan baik.
E-Government sendiri dapat diartikan se­bagai pemanfaatan teknologi informasi (seperti internet, telepon, satelit) oleh institusi pemerin­tahan untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya (World Bank, 2001). Menurut Rogers WO Okut-Uma and Larry Caffrey (Eds), dalam buku Trusted Services and Public Key Infrastructure, Commonwelth Secretariat, London (2000), E-government refers to the processes and structures pertinent to the electronic delivery of government services to the public. Sementara itu, Kementerian Kominfo berpendapat bahwa e-government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis internet dan perangkat digital lain­nya yang dikelola oleh pemerintah untuk keperluan penyampaian informasi dari pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai, badan usaha, dan lembaga-lembaga lainnya secara online (da­lam Hardiyansyah, 2003).
Dari pengertian-pengertian di atas, e-government intinya adalah proses pemanfaatan tekno­logi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien. Karena itu, dalam melihat e-government, kita jangan terperangah oleh unsur "e" semata, tetapi yang lebih penting lagi adalah proses pemerintahannya itu sendiri.    |
Berkenaan dengan uraian tersebut, ada dua hal utama yang dapat diambil dalam pengertian e-government, yang pertama adalah penggunaan teknologi informasi (salah satunya adalah internet) sebagai alat bantu, dan yang kedua, tujuan pemanfaatannya sehingga peme­rintahan dapat berjalan lebih efisien. Dengan teknologi informasi/internet, seluruh proses atau prosedur yang ada di pemerintahan dapat dilalui dengan lebih cepat asal digunakan dengan tepat.
b.             Pengertian Good Governance (Tata Kepemerintahan yang Baik)
Pengertian dari good governance dapat dilihat dari pemahaman yang dimiliki baik oleh IMF maupun World Bank yang melihat Good Go­vernance sebagai sebuah cara untuk memperkuat "kerangka kerja institusional dari pemerintah". Hal ini menurut mereka adalah bagaimana mem­perkuat aturan hukum dan prediktibilitas serta imparsialitas dari penegakannya. Ini juga berarti mencabut akar dari korupsi dan aktivitas-aktivitas rent seeking, yang dapat dilakukan melalui transparansi dan aliran informasi serta menjamin bahwa informasi mengenai kebijakan dan kinerja dari institusi pemerintah dikumpulkan dan diberikan kepada masyarakat secara memadai sehing­ga masyarakat dapat memonitor dan mengawasi manajemen dari dana yang berasal dari masyara­kat (Kurniawan, 2006).
United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan sitilah governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata. mengatur dan mengelola masalah-masalah sosialnya (UNDP, 1997 dalam Thoha. 2000). Istilah "governance" menunjukkan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya. institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan. tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian jelas sekali. bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemeritahannya dimana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi komersial dan civil society.
Good governance memiliki sejumlah ciri sebagai berikut: (1) Akuntabel, artinya pembua­tan dan pelaksanaan kebijakan harus disertai per-tanggungjawabannya; (2) Transparan, artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat terhadap proses pembuatan dan pe­laksanaan kebijakan; (3) Responsif, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebija­kan harus mampu melayani semua stakeholder; (4) Setara dan inklusif, artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan dan pelak­sanaan sebuah kebijakan; (5) Efektif dan efisien, artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan de­ngan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia dengan cara yang terbaik; (6) Mengikuti aturan hukum, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan; (7) Partisipatif, artinya pembuatan dan pelaksa­naan kebijakan harus membuka ruang bagi keterlibatan banyak aktor; (8) Berorientasi pada konsensus (kesepakatan), artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang terlibat (Kurniawan, 2006).

c.              Keuntungan Penggunaan E-Government
Masyarakat di kota besar yang sibuk dan kadang-kadang lokasi tempat tinggalnya cukup jauh dengan kantor pelayanan. maka dengan diimplementasikannya e-government, masyarakat tetap dapat mengakses informasi dan layanan publik. Dengan adanya fasilitas tersebut, masya­rakat diharapkan akan menjadi lebih produktif karena masyarakat tidak perlu antri dalam waktu lama hanya untuk menyelesaikan sebuah perizinan seperti saat ini. Suatu hal yang perlu diingat adalah, bahwa menerapkan e-government sama sekali tidak sama dengan menjadikan kantor-kantor pemerintahan sebagai lingkungan high-tech (teknologi tinggi). Melainkan e-government bertujuan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk membuat layanan pemerintah lebih dekat pada orang-orang yang menggunakan layanan-layanan tersebut, yaitu masyarakat.
Dengan adanya on line system ini, masya­rakat dapat memanfaatkan banyak waktunya un­tuk melakukan aktivitas yang lain sehingga diha­rapkan produktifitas pun dapat meningkat, baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. Dapat dikatakan bahwa secara garis besar e-government mempunyai banyak keuntungan, antara lain: (1) Peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan pu­blik dapat dilakukan selama 24 jam, berkat ada­nya teknologi internet. (2) Dengan menggunakan teknologi online, banyak proses yang dapat dila­kukan dalam format digital, hal ini akan banyak mengurangi penggunaan kertas (paperwork) pro­ses akan menjadi lebih efisien dan hemat. (3) Database dan proses terintegrasi (akurasi data lebih tinggi. mengurangi kesalahan identitas dan Iain-lain). (4) Semua proses dilakukan secara trans-paran, karena semua proses berjalan secara online.
Selain keuntungan di atas. keuntungan lain-nya adalah, masyarakat dapat mengakses peme­rintah dengan cepat, dan linkage antardaerah bisa mudah terkontrol. Bahkan ada kesempatan untuk saling promote, bagaimana bisa mengontrol daerahnya dengan lebih cepat. Hanya saja, e-gov­ernment untuk negara sebesar Indonesia, dengan lebih dari 14 ribu pulau, sulit menciptakan satu platform yang baku. Satu platform tidak bisa digeneralisasi untuk semua. Misalnya. yang diterapkan untuk Jakarta mungkin tidak akan pas untuk Papua ataupun Sulawesi. Jadi, setiap dae­rah punya satu pandangan yang bisa mendaiam terhadap daerahnya.
Untuk masyarakat, selain kemudahan ak-ses, keuntungan lain yang didapat masih banyak. Contoh di Malaysia. Ada KTP yang bentuknya seperti kartu kredit. Ini disebut "kartu pintar". Di sini ada chip yang berisi semua data mengenai pemegang kartu, dari nama, golongan darah. nama ibu dan saudara kandung, sampai data-data lainnya. Keuntungannya bagi masyarakat, dia cu­kup memiliki satu kartu untuk mengakses semuanya. Misalnya waktu mengisi bensin tapi tidak membawa uang. kartu ini bisa digunakan sebagai kartu kredit atau kartu debit. Jadil, tak perlu bawa KTP, SIM, kartu kredit, atau kartu ATM yang ber-beda-beda. Satu kartu untuk semuanya. Keuntungan lain, umpamanya untuk membuat surat kelakuan baik, tak perlu repot-repot harus mem­buat surat mulai RT, RW, kelurahan, dan baru kemudian ke kepolisian. Cukup satu kartu ini saja.
Keberhasilan penerapan e-government dipengaruhi beberapa hal, antara lain peran peme­rintah pusat, hasil uji coba e-government dengan meniru praktek terbaik dari pemerintahan daerah lain, dan adanya organisasi pelatihan independen yang bertugas mempelajari implementasinya. Demikian hasil studi yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi SAP dengan dua organisasi nirlaba asal Inggris, yaitu Improvement and Devel­opment Agency (IDeA) dan Society of IT Man­agement (Socitm).
Indonesia sebagai negara kesatuan memi­liki sumberdaya alam yang berlimpah dan tersebar, dan dihuni oleh lebih dari 210 juta penduduk dari berbagai suku, agama dan budaya. Indone­sia juga mempunyai posisi geopolitik yang sangat strategis karena berada di antara dua benua dan dua samudera. Berbagai potensi tersebut harus dikelola secara baik bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Untuk itu pemerintah perlu meningkatkan kewenangan pemerintah daerah melalui pemberianotonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Penanganan sangat sentralistik selama lebih dari 30 tahun ternyata hanya mencipiakan ketidakadilan. Sumberdaya nasional hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Akibainya tumbuh kecemburuan sosial antar daerah yang mengancam kesatuan dan persatuan nasional.
Salah satu tujuan pemberian otonomi adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah dituntut memahami secara lebih baik kebutuhan masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan. Peme­rintah daerah harus melibatkan seluruh unsur masyarakat dalam proses pembangunan. Tata-pemerintahan di daerah harus diselenggarakan se­cara partisipatif. Penyelenggaraan pemerintahan yang eksklusif  hanya melibatkan unsur peme­rintah dan/atau legislative akan membuat masya­rakat  tidak  peduli pada pembangunan. Hal ini lebih lanjut akan menyebabkan keberlanjutan pembangunan menjadi sangat rapuh dan rentan.
Partisipasi masyarakat dapat terwujud seiring dengan tumbuhnya rasa percaya masyarakat kepada para penyelenggara pemerintahan di dae­rah. Rasa percaya ini akan tumbuh apabila masyarakat memperoleh pelayanan dan kesempatan yang setara (equal). Tidak boleh ada perlakuan yang didasari atas dasar perbedaan pria-wanita, kaya-miskin, kesukuan dan agama. Pembedaan perlakuan atas dasar apapun dapat menumbuhkan kecemburuan dan mendorong terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Otonomi daerah juga bertujuan untuk men­dorong tumbuhnya prakarsa dan kreatifitas local, agar daerah dapat lebih mandiri dan mampu berkompetisi secara sehat. Prakarsa masyarakat termasuk prakarsa dunia usaha dapat berkem-bang jikaada situasi kondusif, situasi yang memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Untuk itu penyelenggara pemerintahan dituntut taat hu­kum secara konsisten dan sungguh-sungguh. Ketidakpastian hukum mendorong masyarakat bersikap apatis. Bagi dunia usaha tiadanya kepastian hukum dan rasa aman dapat mengurangi minat berinvestasi, sesuatu yang sangal diperlukan bagi pembangunan daerah.
Kewenangan otonomi daerah harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Artinya sebagai konsekuensi dari pemberian hak dan kewe­nangan, penyelenggara pemerintahan dituntut melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional agar tujuan otonomi daerah dapat ter­wujud penuh. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya penyelenggara pemerintahan harus sadar untuk tidak hanya berorientasi pada hasil tetapi juga pada kebenaran dan kewajaran dalam proses pencapaiannya. Setiap upaya yang menggunakan sumberdaya masyarakat, perlu diseleng­garakan secara transparan. Penyelenggaran pe­merintahan daerah yang bertanggung jawab dan transparan akan menumbuhkan rasa percaya ma­syarakat pada pemerintah daerah.

C.           ANALISIS PERANAN E-GOVERNMENT DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE
a.             Urgensi Good Governance    
Upaya memperbaiki penyelengaraan pe­merintahan di Indonesia bukanlah hal baru, beberapa kegiatan telah pernah dilakukan antara lain Program Pelayanan Prima yang diprakarsai oleh Kementerian PAN. Istilah Good Governance sendiri muncul bersamaan dengan program-pro­gram yang didukung lembaga luar, namun tidak berarti kegiatan yang dilaksanakan bukan kegia­tan yang merupakan aspirasi masyarakat, Keinginan masyarakat untuk memperoleh peme­rintahan yang baik (Good Governance) sudah ada sejak dahulu, bahkan sebagian masyarakat memimpikan dipimpin oleh "Ratu Adil' yang dipercaya akan memimpin dengan mementingkan kepentingan masyarakat dan mencapai kemakmuran. Jadi adanya Tata Pemerintahan yang baik bukan merupakan kondisi yang diharapkan dari luar namun menjadi impian masyarakat banyak. Pada hakekatnya tujuan tata kepemerintahan yang baik (good governance) adalah tercapainya kondisi pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan/pelayanan publik secara seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua komponen pelaku (negara, masyarakat madani, lembaga-lembaga masyarakat, dan pihak swasta). Paradigma tata kepemerintahan yang baik menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara institusi negara, pasar, dan masyarakat. Semua pelaku harus saling mengetahui apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya serta membuka ruang dialog agar para pelaku saling memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui proses tersebut diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi dalam penerapan program-program tata kepemerintahan yang baik di masyarakat.
Ada empat belas karakteristik yang dapat terhimpun dari telusuran wacana good gover­nance (http://good-governance.bappenas.go.id), yaitu: (1) Wawasan ke depan (visionary); (2) Keterbukaan dan Transparansi (openness and trans­parency); (3) Partisipasi Masyarakat (participa­tion); (4) Akuntabilitas/Tanggunggugat (accounta­bility); (5) Supremasi Hukum (rule of law): (6) Demokrasi (democracy); (7) Profesionalisme dan Kompetensi (profesionalism and competency); (8) DayaTanggap (responsiveness); (9) Keefisienan dan Keefektifan (efficiency and effecti­veness); (10) Desentralisasi (decentralization); (11) Kemitraan dengan Swasta dan Masyarakat (private and civil society partnership); (12) Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (com­mitment to discrepancy reduction); (13) Komitmen pada Pasar yang fair (commitment to fair market); dan (14) Komitmen pada Lingkungan Hidup (commitment to environmental protection);
Keempat belas karakteristik nilai good gov­ernance tersebut dapat dijelaskan secara ilustrasi deskriptif sebagai berikut: Pertama, tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis). Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas disertai strategi implementasi yang te-pat sasaran. Kedua, tata pemerintahan yang ber-sifat terbuka (transparan). Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masya­rakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pe­merintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah. Ketiga, tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif). Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang dipcruntukkan bagi masyarakat.
Keempat, tata pemerintahan yang bertanggung jawab/bertanggung gugat (akuntabel). Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewena-ngan yang diberikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya.
Kelima, tata pemerintahan yang berdasar-kan profesionalitas dan kompetensi. Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, ser­ta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik. Keenam, tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif. Peru­musan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus di­dasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan ke­putusan bersama. Ketujuh, tata pemerintahan yang terdesentralisasi. Wujud  nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kedelapan, tata pe­merintahan yang demokratis dan berorientasi pa­da konsensus. Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Kesembilan, tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun dae­rah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan. menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumfaer daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif.
Kesepuluh, tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serla memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah. Kesebelas, tata pemerintahan yang menjunjung supre-masi hukum. Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pem-bentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi de­ngan perbaikan sistem pelayanan kepada masya­rakat dan sektor swasta serta penyelenggaraan pelayanan terpadu. Keduabelas, tata pemerinta­han yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan. Pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah maupun antardaerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya men­ciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketigabelas, tata pemerintahan yang me­miliki komitmen pada pasar. Daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konsekuen. penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup. Keempatbelas, tata pemerintahan yang me­miliki komitmen pada lingkungan hidup. Pengalaman telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam daerah maupun antar daerah merupakan contoh wujud nyata komitmen pada pasar.
Era globalisasi yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas menjadi hal-hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap pemerintahan. Dalam format ini, pe­merintah harus mengadakan reposisi terhadap perannya dari yang bersifat internal menjadi lebih berorientasi eksternal dan fokus kepada bagaimana memposisikan masyarakat dan pemerintahnya di dalam sebuah pergaulan global.
Kemajuan teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) terjadi sedemikian pesatnya sehingga data, informasi dan pengetahuan dapat diciptakan dengan sangat cepat dan dapat segera disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di ber­bagai belahan dunia dalam hitungan detik. Hal ini berarti bahwa setiap individu di berbagai be­lahan dunia dapat saling berkomunikasi kepada siapapun yang dikehendakinya. Buah dari kema­juan pesat teknologi informasi ini dapat mempengaruhi bagaimana pemerintahan di masa mod­em ini harus bersikap secara benar dan efektif mereposisikan perananannya dalam melayani masyarakatnya.
Secara umum pengimplementasian e-government diyakini akan memperbaiki kinerja pengelolaan pemerintahan di Indonesia. Maraknya korupsi di Indonesia dan rendahnya kepercayaan investor asing terhadap pemerintah Indonesia menunjukkan rendahnya kualitas manajemen pe­merintahan Indonesia. Karena itu, diperlukan suatu manajemen pemerintah yang sangat menonjolkan unsur transparansi, sebagai salah factor penting untuk menghilangkan KKN (kolusi, kompsi, nepotisme) di pemerintahan. Rendahnya transparansi ini menyebabkan sukarnya mekanisme pengawasan berjalan dengan lancar.
Salah satu solusi dan alternatif yang menjanjikan untuk menciptakan transparansi adalah sistem pengelolaan pemerintahan secara elektronik atau electronic government (e-government). Pengelolaan lembaga/instansi secara elektronik baik untuk swasta maupun pemerintahan selain mcningkatkan transparansi, juga bisa mening-katkan efisiensi (menurunkan biaya dan meningkatkan efektivitas/meningkatkan daya hasil). Saat ini cukup banyak negara yang sudah menerapkan e-government. Di antaranya adalah Singapura, Australia, AS, Jerman, Inggris, Malaysia, Taiwan, dan Selandia Baru.

b.             Hambatan dan Tantangan Mewujudkan Good Governance melalui E-Government
Hambatan penerapan e-government dapat lihat misalnya dari hasil pengamatan yang dilakukan Kementerian Komunikasi yang menyimpul-kan bahwa mayoritas situs pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah masih berada pada tingkat persiapan (pertama) apabila ditinjau dari sejumlah aspek: (1) E-Leadership: prioritas dan inisiatif negara di dalam mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi; (2) Infrastruktur Jaringan Informasi: kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses; (3) Pengelolaan Informasi: kua­litas dan keamanan pengelolaan informasi; (4) Lingkungan Bisnis: kondisi pasar, sistem perdagangan. dan regulasi yang membentuk konteks perkembangan bisnis teknologi informasi; (5) Masyarakat dan Sumber Daya Manusia: difusi teknologi informasi didalam kegiatan masya­rakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui proses pendidikan (Kurniawan, 2006).

c.              Peran E-Government dalam Mewujudkan Good Governance
Bcrbagai masalah yang dihadapi Indonesia dalam menerapkan e-government, di antaranya adalah masih kurangnya infrastruktur yang ada, masalah sumber daya manusia dan lain-lain. Namun demikian. karcna penerapan e-govern­ment sudah menjadi tuntutan masyarakat untuk mcndapatkan layanan yang lebih baik dan juga karena tuntutan penerapan otonomi daerah, maka pemerintah (pusat atau daerah) harus segera menerapkannya dengan segala keterbatasan yang ada. Menurut Rasyid (2000), dalam rangka penerapan good governance dan e-government, terdapat empat prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, dan profesionalitas untuk peningkatan layanan dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan menurut Hardijanto (2000) bahwa pening­katan pelayanan kepada masyarakat harus terus menerus diusahakan perubahan peran dengan cara optimalisasi standar pelayanan dengan prinsip cepat, tepat, memuaskan, transparan dan non diskriminatif serta menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, dan pertimbangan efisiensi (http://www.bogor.net/idkf/idkf-2/wawancara).
Implementasi e-government  yang diyakini mampu mengurangi peluang penyalahgunaan wewenang dan mengurangi biaya operasional pemerintah sudah semakin mendesak untuk segera diterapkan. Namun demikian, sebagaimana diuraikan di atas, berbagai persoalan baik teknis maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) masih menghambat. Karena e-govern­ment lebih mendasar dari sekedar komputerisasi dan otomatisasi layanan. Penerapannya amat ditentukan seberapa serius pemerintah mengurangi birokrasi yang selama ini identik dengan uang (Bisnis Indonesia, 25/01/2001).
Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan pentingnya "E-Government" dalam pembangunan masyarakat jaringan (network society): (1) Elektronisasi komunikasi antara sektor publik dan masyarakat menawarkan bentuk baru partisipasi dan interaksi keduanya. Waktu yang dibutuhkan menjadi lebih singkat, disamping tingkat kenyamanan pelayanan juga semakin tinggi. Di­samping itu bentuk transaksi baru ini akan menyebabkan tingginya tingkat pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah; (2) Cyberspace dalam pelayanan publik memungkinkan penghapusan struktur birokrasi dan proses klasik pelayanan yang berbelit-belit. Tujuan realistis yang hendak dicapai melalui cyberspace adalah efisiensi pe­layanan dan penghematan finansial. Disamping itu, informasi online dalam pelayanan publik dapat meningkatkan derajat pengetahuan masya­rakat mengenai proses dan persyaratan sebuah pelayanan publik; (3) E-government menyajikan juga informasi-informasi lokal setempat. Penggunaan internet dalam sektor publik akan memungkinkan kemampuan kompetisi masyarakat lokal dengan perkembangan internasional dan global.
Dalam rangka implementasi e-govern­ment, tentu saja ada beberapa prioritas utama yang akan dilaksanakan, karena tidak semua jenis layanan dapat difasilitasi dengan internet atau dilayani melalui internet, baik karena keterbatasan infrastrukturnya maupun SDM-nya, terutama publik yang akan melakukan berbagai transaksi layanan atau yang membutuhkan layanan. Menurut Abidin (2000), ada beberapa prioritas utama dalam melakukan implementasi e-govern­ment, antara Iain: (1) Pemulihan ekonomi (dapat mendorong kegiatan investasi, pengembangan sistem informasi untuk arus investasi, dan ke-lanjutan EDI. EDI: Electronic Data Interchange, adalah suatu bentuk pertukaran informasi perdagangan melalui jaringan privat (tidak memanfaatkan internet) dan biasanya digunakan di pelabuhan dan bea cukai. Dengan memanfaatkan E-Government, diharapkan implementasi EDI dapat lebih ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi inter­net untuk memperlancar kegiatan ekspor/impor melalui pelabuhan laut/udara). (2) Layanan masyarakat umum, misalnya SIMTAP (Sistem Informasi Manajemen Satu Atap). (3) Aplikasi fungsional tiap departemen (pengembangan data hasil pengelolaan data potensi di tiap daerah yang dapat diolah dalam bentuk-bentuk yang informatif, misalnya grafik yang harus tersedia untuk perencanaan di daerah, pendaftaran paten dan hak cipta produk-produk pengembangan dari daerah, dan lain-lain).

D.           SIMPULAN
Sebagai penutup dari artikel ini, dapat disimpulkan bahwa e-government memang sangat berperan dalam mewujudkan good gover­nance, peran ini telah dibuktikan oleh negara-negara lain dan daerah-daerah lain di Indonesia, seperti Pemkab. Takalar, Pemkot. Semarang, Yogyakarta, dan daerah lainnya, namun demikian, disamping perannya yang besar dan positif, kita juga tidak menutup mata bahwa penerapan e-government masih memiliki sejumlah kelemahan, hambatan dan tantangan. Hambatan dan tantangan tersebut masih dianggap wajar. karena implementasi e-government di Indonesia masih terbilang baru, sehingga secara teknis masih sering adanya kekakuan di lapangan.
Untuk itu, diperlukan pengembangan lebih lanjut dari e-government pada tahapan paling tinggi yang memungkinkan, terutama melalui pendidikan dan pemerataan akses masyarakat terhadap internet. Pendek  kata, karena peran e-government sangat besar dalam mewujudkan good governance (Tata Kepemerintahan yang baik) pada era Otonomi Daerah sekarang ini, maka penerapannya adalah merupakan hal yang sangat urgen.

Daftar Rujukan

Abidin, Zainal. 2000. Electronic Government dan Penerapannya di Kabupaten Taka­lar. Yogyakarta: MAP-UGM.
Gumelar, Agum. 2000. Sambutan Menteri Perhubungan pada Acara Pembukaan seminar E-Government di Hotel Le Meridien. Jakarta, tgl. 5 September 2000.
Hardijanto. 2000. Pendayagunaan Aparatur ne-gara menuju Good Governance (Makalah) disampaikan pada TOT Pengadaan barang/Jasa Menuju "Good Govemence,” Jakarta.http://www.-bogor.net/idkf/idkf-2/wawancara[11-9-2000].
Hikam. Muhammad A.S. Indonesia Perlu segera Terapkan e-Government (dalam Kompas, Jumat, 18Mei2001).
Hardiyansyah. 2003. E-Government: Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik pada Era Otonomi Daerah melalui Penggunaan Teknologi Web. Jurnal Ilmiah MATRIK, Vol. 5 No 3, Desember 2003, ISSN 1411-1624, UBD Palembang.
Kurniawan, Teguh. 2006. Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Government di Indonesia. http://publications-tk.blogspot.com/
Rasyid, Ryass. 2000. Peningkatan SDM Aparatur dan Tata Laksana serta Pelayanan Publik. (Ceramah Meneg. PAN di KBRI London, Tgl. 20 Juni 2000).
Semil, Nurmah. 2005. Servis Quality (Servqual). Pelayanan Publik Instansi Pemerintah dan The New Public Service. Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JIANA) Vo. 5 No. 1, Januari 2005.
Thoha, Miftah. 2000. Peranan Ilmu Administrasi Publik dalam Mewujudkan Tata Kepemerintahan yang baik. Yogyakarta: PPs UGM.



[1] Tulisan ini pernah dimuat  pada JIANA (Jurnal Ilmu Administrasi Negara) Volume 6, Nomor 2, Juli 2006, ISSN 1411-948X (Terakreditasi), hal. 78-88.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah perjalanan hidup...

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MELALUI PELAYANAN ONE STOP SERVICE (ANTARA IDEA DAN REALITA)

CV_Hardiyansyah