Amal itu tergantung akhirnya...


Amal itu tergantung akhirnya...

Berakhir dengan indah adalah sebuah harapan bagi setiap manusia. Begitu juga dengan kehidupan. Dari banyak waktu yang dijalani setiap manusia, akhir kehidupanlah yang menjadi penentu atas semua. Inilah rahasia kehidupan setiap manusia. Rasulullah bersabda : Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niatnya. (HR Bukhari)
Akan tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Rasulullah juga mengingatkan, “Sesungguhnya seorang hamba beramal dengan amalan yang dalam pandangan manusia sebagai sebuah amalan penduduk surga tetapi ia kemudian menjadi penduduk neraka, sebaliknya ada seseorang yang beramal dengan manusia memandangnya sebuah amalan penduduk neraka, kemudia ia menjadi penduduk surga, karena sesungguhnya amalan itu tergantung kepada penutupnya.” (HR Bukhari)
Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitabnya Faidhul Qadir menjelaskan, “Allah mengisyaratkan bahwa amalan itu juga ditentukan oleh penutupnya. Jika ia mulai dan ditutup dengan baik maka amalan tersebut akan berbuah kebaikan dan ampunan dari Allah.“
Inilah yang disebut oleh ulama dengan Miskul Khitam. Apa itu Miskul Khitam? Akhir yang baik dan manis, kehidupan yang dijalani dengan aneka warna berakhir dengan manisnya iman. Dalam bahasa yang lebih populer adalah Khusnul Khotimah.
Akan tetapi berbeda dengan kisah seorang muadzin yang dituliskan oleh Imam Ibnu qoyyim Al jauziah dalam kitabnya Ad da’ wal dawa’.
Diceritakan bahwa di Mesir pernah ada seorang pria yang senantiasa ke masjid untuk mengumandangkan adzan dan iqomat sekaligus melaksanakan shalat. Dalam dirinya terdapat sinar ketaatan dan cahaya ibadah.
Pada suatu hari ia naik ke menara masjid untuk mengumandangkan adzan seperti biasanya. Di bawah menara tersebut terdapat rumah seorang Nasrani.
Entah mengapa ketika pria ini menengok ke dalam rumah tadi, tanpa sengaja ia melihat seorang gadis pemilik rumah. Dia terfitnah dengan kecantikanya. Ia pun turun menemuinya gadis tersebut dan meninggalkan adzan.
Sesampai di rumah tersebut, bertanyalah wanita nashrani itu, “Ada perlu apa? Apa yang kamu inginkan?
“Aku menginginkanmu.”
“Mengapa?”
“Karena kamu telah menawan akal pikiranku dan mengambil seluruh isi hatiku.”
“Aku tidak akan tertipu dengan rayuanmu.”
“Aku Ingin menikah denganmu.”
“Engkau muslim, sedangkan aku Nasrani, ayahku tidak akan menikahkanku denganmu,” sanggah wanita tadi.
“Kalau begitu aku akan pindah ke agama Nashrani.”
“Jika engkau melakukannya, maka aku akan menikah denganmu “ tegas wanita itu.
Maka si pria langsung memeluk aagama Nashrani demi menikahi gadis tersebut dan tingggal di rumahnya.
Masih pada hari yang sama, siang harinya pria tadi naik ke atap rumah untuk satu keperluan. Tiba tiba dia terjatuh dari atap rumah dan akhirnya meninggal. Ironisnya, dia belum sempat menggauli gadis tersebut padahal sudah mengorbankan agamanya.
Kisah ini bisa menjadi ibroh bagi setiap muslim, agar kita berhati-hati menjaga iman supaya tidak mudah terjebak oleh kemilaunya dunia, cantiknya wanita dan segala rayuan yang ada. Karena menjual agama demi kesenangan dunia adalah sebuah kerugian yang nyata dan penyesalan tiada tara.
Seorang muslim seharusnya menundukkan pandangan, tidak membiarkan mata menikmati hal yang diharamkan oleh Allah. Karena panah panah pandangan kita akan meracuni hati kita sendiri. [Protonema/voaislam]


"Sang Muazin"
Suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja.
Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan "dari mata rurun ke hati", begitulah saking seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. "Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku izinkan anakku menjadi istrimu" ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, "Ya ALLAH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya ALLAH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam". Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
Kalau kita simak dengan seksama uraian kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah dengan 'mengingat mati'. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal, padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka selalulah ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat. Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLAH Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLAH. Inilah khusnul khatimah.
Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tidak pernah melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya ALLAH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLAH SWT menjadi orang yang beroleh karunia khusnul khatimah. Amin! ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah perjalanan hidup...

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MELALUI PELAYANAN ONE STOP SERVICE (ANTARA IDEA DAN REALITA)

CV_Hardiyansyah